Setiap tahun, terdapat sekitar enam juta orang yang meninggal karena penyakit terkait dengan tembakau. Di seluruh dunia, sekitar 780 juta perokok ingin berhenti, tetapi hanya 30% dari perokok yang memiliki akses yang dapat membantu untuk berhenti merokok. Penyebab kebiasaan merokok tidak mudah ditinggalkan adalah lemahnya dukungan dari lingkungan dan ketidaktahuan masyarakat mengenai cara berhenti merokok. Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati setiap tanggal 31 Mei. WHO mencanangkan tema “Commit to Quit” untuk Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2021. Berkaitan dengan hal tersebut, Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan, FK-KMK UGM menyelenggarakan webinar dengan mengusung tema “Penguatan Komitmen untuk Berhenti Merokok di Era COVID-19” sebagai salah satu bentuk keseriusan dalam membantu menurunkan angka perokok di Indonesia. Webinar diikuti oleh sekitar 287 orang melalui zoom cloud meetings, youtube dan RAISA Radio.
Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FK-KMK UGM, yang juga dikenal dengan CHBP (Center of Health Behavior and Promotion), saat ini sedang mengembangkan modul mengenai stigma dan diskriminasi pada orang dengan positif HIV/AIDS dengan funding dari Gilead Asia Pacific Rainbow Grant. Tujuan pengembangan modul tersebut adalah untuk menciptakan puskesmas peduli ODHA. Salah satu materi modul tersebut membahas hak asasi manusia dan SOGIESC (sexual orientation, gender identity, expression and sex characteristic).
Pusat perilaku dan Promosi Kesehatan bersama dengan Pokja Puskesmas FK-KMK UGM mengadakan Annual Scientific Meeting (ASM) pada tanggal 20-21 April 2021 bertemakan “Peran Strategis Puskesmas dalam Membangun Literasi Publik dan Tenaga Kesehatan Selama Pandemi”. ASM ini diadakan sebagai rangkaian kegiatan lustrum XV FK-KMK UGM. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui zoom cloud meeting dengan total peserta lebih dari 160 orang.
ASM sesi pertama mengambil topik “Inisiatif puskesmas untuk meningkatkan literasi dan aksi kesehatan dalam merespon pandemi COVID-19 di masyarakat”. Narasumber dalam sesi ini adalah Baequni Boerman, S.K.M., M.Kes., Ph.D. (Ketua IAKMI DKI Jakarta) dan Muhammad Agus Priyanto, S.K.M., M.Kes. (Kasie Promosi Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan DIY).
World Health Organization (WHO) menetapkan tanggal 18 – 24 November 2020 sebagai Pekan Peduli Antimikroba Sedunia. Pekan Peduli Antibiotik Sedunia ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian akan resistensi antimikroba. Sejak tahun ini, istilah antimikroba, alih-alih antibiotik, dipilih untuk merepresentasikan cakupan obat yang lebih luas. Golongan antimikroba mencakup obat-obat antibiotik (untuk membunuh bakteri), antivirus, antiparasit, dan antijamur.
Dalam penggunaan obat-obat golongan antimikroba, salah satu isu yang krusial adalah resistensi obat. Persoalan resistensi obat antibiotik sudah menjadi masalah sejak lama. Namun, akhir-akhir ini permasalahan resistensi ini bertambah dengan terjadinya resistensi obat antivirus, antiparasit, dan antijamur (WHO, 2020).
Setiap tanggal 14 November diperingati Hari Diabetes Sedunia. Menurut International Diabetes Federation (2019), 1 di antara 11 orang dewasa usia 20 – 79 tahun di seluruh dunia terkena diabetes (sekitar 463 juta orang) namun ternyata 1 dari 2 orang dewasa yang terkena diabetes tidak sadar bahwa dia terkena diabetes (232 juta orang).
Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 menunjukkan bahwa angka kejadian diabetes yang sesuai dengan definisi dari Konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) tahun 2011 pada penduduk Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun meningkat dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,3% di tahun 2018. Bahkan jika menggunakan definisi diabetes dari Perkeni tahun 2015 maka angka kejadian diabetes tahun 2018 pada penduduk Indonesia ≥ 15 tahun adalah 10,9%.
Setiap tanggal 12 November diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional. Peringatan Hari Kesehatan Nasional ini pertama kali dilakukan pada tahun 1959 dengan aksi penyemprotan nyamuk malaria yang dilakukan secara simbolis oleh Presiden Soekarno. Tahun ini Kementerian Kesehatan mengangkat tema pada perayaan Hari Kesehatan Nasional ke-56 dengan slogan “Satukan tekad untuk Indonesia sehat”.
Sehat dimulai dari diri sendiri. Gaya hidup yang sehat sangat berpengaruh dalam kesehatan kita. Kementerian Kesehatan telah mengembangkan panduan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk mencegah penyakit tidak menular. Panduan ini diringkas dalam slogan CERDIK.
COVID-19 adalah penyakit baru bagi manusia; sesuai dengan namanya Corona Virus Disease (yang baru ditemukan pada tahun) 2019. Tidak ada gejala-gejala yang benar-benar spesifik untuk menegakkan diagnosis terkonfirmasi penyakit ini. Gejalanya mirip dengan beberapa penyakit lain.
Satu-satunya cara dan yang sejauh ini menjadi baku emas pemeriksaan untuk mendiagnosis terkonfirmasi seseorang positif terinfeksi COVID-19 atau negatif adalah swab PCR (Polymerase Chain Reaction).
Beberapa alat tes lain sedang diteliti untuk membantu penegakan diagnosis COVID-19 tapi sejauh ini belum ada yang seakurat
swab PCR.
Pemeriksaan untuk mendiagnosis seseorang apakah positif terinfeksi COVID-19 atau negatif sejauh ini baku emasnya adalah swab PCR (Polymerase Chain Reaction). Namun, pemeriksaan ini membutuhkan waktu hitungan jam bahkan hari (jika terjadi antrian dalam pengetesan) dan biaya yang relatif mahal. Oleh karena itu, penelitian mencari tes yang lebih cepat dan murah terus dilakukan dan sejauh ini sudah ada rapid test sebagai tes yang lebih cepat dan murah daripada PCR walaupun memang harus diakui tidak seakurat PCR.
Gejala COVID-19 mirip dengan penyakit-penyakit pernapasan lain yang sudah biasa kita temukan, misalnya batuk-pilek dan influenza. Namun, penyebabnya berbeda dengan penyakit-penyakit biasa ditambah dengan penyebarannya yang sangat cepat. Oleh karena gejalanya yang tidak spesifik, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk memastikan penyakit ini COVID-19 atau bukan.
Saat ini beredar beberapa alat tes untuk mendeteksi COVID-19, namun penggunaan dan hasilnya tidak sama. Dalam serial artikel ini, kita akan membahas rapid test.
Setiap tanggal 29 Oktober diperingati sebagai Hari Stroke Sedunia. Menurut Kementerian Kesehatan:
Stroke adalah kondisi atau kumpulan gejala yang terjadi akibat gangguan pasokan darah ke otak. Gangguan pasokan darah dapat terjadi karena penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian pada sebagian sel-sel di otak. Stroke adalah penyakit tidak menular (PTM) yang mengurangi kualitas hidup penderitanya secara drastis.
Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2018 mencatat bahwa 1,09% penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun terkena stroke.