Gerakan Rumah Bebas Asap Rokok (RBAR) yang diinisiasi oleh Proyek Quit Tobacco Indonesia (QTI) di bawah Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan dan Pusat Bioetika dan Humaniora Kesehatan FK-KMK UGM pada tahun 2009 membawa manfaat yang begitu besar terutama dalam memberikan perlindungan terhadap perokok pasif dan mendukung tercapainya salah satu indikator PHBS. Saat ini kegiatan tersebut sudah masuk sebagai salah satu program pemerintah khususnya Dinas Kesehatan. Pada tahun 2009 QTI menginisiasi 4 RW sebagai percontohan kegiatan RBAR dan hingga saat ini sudah berkembang menjadi lebih dari 230 RW yang sudah mendeklarasikan RW dengan RBAR. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan pentingnya gerakan ini untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayahnya. Di Yogyakarta, kegiatan ini juga sudah dikembangkan oleh 4 Kabupaten lain, dimana lingkup kegiatan ada yang di tingkat RT dan ada juga di tingkat pedukuhan. Selain di Yogyakarta, kegiatan ini juga sudah banyak dikembangkan di kota dan kabupaten lain di Indonesia.
corona
Guna meluruskan informasi hoaks yang berkembang di masyarakat terkait merokok dan COVID-19, Pusat Perilaku dan Peromosi Kesehatan FK-KMK UGM bekerja sama dengan Kanal Pengetahuan FK-KMK UGM menyelenggarakan webinar “Kerentanan Perokok di Masa Pandemi Covid-19” pada Kamis, 30 April 2020 dengan menghadirkan:
Pembicara:
- dr. Sumardi, Sp.PD,KP., FINASIM. (Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru FK-KMK UGM)
- Prof. Dra. RA. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D. (Guru Besar Ilmu Perilaku dan Promkes FK-KMK UGM)
Pembahas : I Made Kerta Duana, SKM.,MPH. (Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Pengda Bali)
Moderator: Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, MA. (Ketua Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FK-KMK UGM)
Panduan singkat ini diadaptasi dari artikel World Health Organization (Badan Kesehatan Dunia) berjudul “Coronavirus disease (COVID-19) advice for the public: Myth busters serta Q&A on smoking and COVID-19″.
Tulisan ini bertujuan untuk meluruskan informasi keliru (hoaks) yang ramai berkembang di masyarakat bahwa dengan menyeterika uang kertas akan mematikan virus penyebab covid-19 yang menempel pada uang tersebut.
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) secara tegas menyatakan bahwa suhu panas, baik dari air panas, sinar matahari maupun alat penghasil panas seperti setrika, tidak dapat mematikan virus corona penyebab Covid-19.
Faktanya, hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang benar-benar menunjukkan bahwa virus corona mati pada suhu ekstrim (suhu sangat panas ataupun suhu sangat dingin). Terbukti di negara-negara subtropics beriklim dingin sekalipun, seperti China, Korea, Eropa bahkan Iran, Arab Saudi yang beriklim panas tetap terkena covid-19. Virus ini tidak sesederharna virus influenza yang dapat mati karena suhu panas. Virus covid lebih kompleks dari itu.
Banyak salah kaprah di masyarakat kita bahwa virus corona atau dengan nama resmi SARS-CoV-2 akan mati jika kita berjemur di bawah sinar matahari. Masyarakat percaya bahwa panas sinar matahari akan mematikan virus corona, sehingga seseorang bisa terbebas dari Covid-19.
Pemahaman ini perlu diluruskan, karena faktanya berjemur di bawah sinar matahari tidak dapat membunuh virus corona (SARS-CoV-2).
Akan tetapi, berjemur di bawah sinar matahari, khususnya pagi hari, penting untuk meningkatkan produksi vitamin D3. Salah satu fungsi utama vitamin ini adalah untuk meningkatkan kekebalan tubuh dalam melawan mikroorganisme penyebab penyakit, salah satunya virus corona penyebab penyakit COVID-19.