Setiap tanggal 10 Oktober diadakan peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Kesehatan jiwa adalah salah satu bidang kesehatan masyarakat yang paling terabaikan. Hampir satu miliar orang hidup dengan masalah kejiwaan (IHME, 2018), tiga juta orang meninggal setiap tahun akibat penggunaan alkohol yang berbahaya, dan satu orang meninggal setiap 40 detik karena bunuh diri (WHO, 2018). Saat ini, miliaran orang di seluruh dunia telah terpengaruh oleh pandemi COVID-19, yang berdampak lebih jauh pada kesehatan jiwa masyarakat.
Namun, relatif sedikit orang di seluruh dunia yang memiliki akses ke layanan kesehatan jiwa yang berkualitas. Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, lebih dari 75% orang dengan gangguan jiwa, neurologis, dan penyalahgunaan zat tidak menerima pengobatan sama sekali untuk kondisi mereka (WHO, 2018). Selain itu, masih banyak stigma di masyarakat terkait orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK).
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, ODGJ didefinisikan sebagai orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Contohnya adalah orang yang menderita skizofrenia. Dia tidak bisa membedakan imajinasinya dengan dunia nyata, sehingga tidak bisa beraktivitas normal dengan masyarakat sekitarnya. ODMK didefinisikan sebagai orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Contohnya adalah orang yang mengalami depresi, yang masih bisa beraktivitas sehari-hari tetapi ada penurunan kualitas hidupnya.
Masyarakat umum dapat mengenali ODGJ berat dengan mudah. Sebagai contoh, orang dengan gangguan jiwa seperti skizofrenia yang kadang-kadang masih ditemukan di pinggir jalan. Untuk ODMK, kadang-kadang mereka sendiri tidak menyadari bahwa ada masalah kejiwaan pada dirinya. Saat sudah menyadari ada yang tidak beres dengan kejiwaannya, kadang-kadang ODMK masih harus berhadapan dengan stigma atau cap buruk dari masyarakat bahwa hanya orang gila yang perlu pertolongan profesional seperti psikiater (dokter spesialis kedokteran jiwa) dan/atau psikolog klinis.
Berobat kepada psikiater atau psikolog bukan berarti orang gila. Seperti halnya orang yang sakit secara fisik, kadang-kadang orang butuh beristirahat atau bahkan jika parah perlu berkonsultasi dengan dokter agar kembali sehat. Tidak berbeda dengan kesehatan fisik, seiring dengan waktu kondisi jiwa mengalami perubahan. Orang yang sehat secara jiwa adakalanya mengalami kejadian yang membuat jiwanya tidak sehat, seperti mengalami duka ditinggal orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dsb. Kadang-kadang butuh istirahat untuk kembali pulih. Namun, jika kondisinya serius, maka berkonsultasi kepada psikiater atau psikolog adalah pilihan tepat, seperti orang yang sakit fisiknya berkonsultasi kepada dokter.
Oleh karena itu, tidak perlu malu jika merasa ada yang tidak beres dengan jiwa untuk berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog.
Daftar Pustaka
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
- Institute for Health Metrics and Evaluation. (2018). Global Burden of Disease Study 2017 (GBD 2017) results. http://ghdx.healthdata.org/gbd-results-tool diakses 8 Oktober 2020
- World Health Organization. (2018) Global Health Estimates 2016: Deaths by cause, age, sex, by country and by region, 2000-2016. Geneva: World Health Organization.