Pemeriksaan untuk mendiagnosis seseorang apakah positif terinfeksi COVID-19 atau negatif sejauh ini baku emasnya adalah swab PCR (Polymerase Chain Reaction). Namun, pemeriksaan ini membutuhkan waktu hitungan jam bahkan hari (jika terjadi antrian dalam pengetesan) dan biaya yang relatif mahal. Oleh karena itu, penelitian mencari tes yang lebih cepat dan murah terus dilakukan dan sejauh ini sudah ada rapid test sebagai tes yang lebih cepat dan murah daripada PCR walaupun memang harus diakui tidak seakurat PCR.
Rapid test yang ada di beredar di sekitar kita sebenarnya ada dua macam. Selain tes pendeteksi antibodi yang sudah dibahas di serial artikel sebelumnya, juga ada tes pendeteksi antigen atau protein yang membentuk badan SARS-CoV-2 (virus penyebab COVID-19). Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan tes ini adalah hasil swab atau usapan nasofaring (tenggorokan yang setinggi hidung), orofaring (tenggorokan setinggi lidah), atau bisa juga air liur. Tes ini dapat mendeteksi ada atau tidaknya antigen SARS-CoV-2 dalam waktu beberapa menit. Metode rapid test ini memang lebih akurat dari rapid test antibodi terutama untuk mendeteksi orang yang baru terinfeksi COVID-19 dalam waktu kurang dari 1 pekan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO/World Health Organization) mencatat dari 10 penelitian yang mengukur sensitivitas dan spesifitas berbagai merek rapid test antigen bahwa sensitivitas rapid test antigen beragam dari 0% hingga 94%. Misal kita mengambil 94% maka artinya dari 100 pasien yang dinyatakan positif oleh pemeriksaan baku emas yaitu swab PCR, ada 94 yang mendapat hasil reaktif pada rapid test antigen. Setelah ditelusuri, ternyata kelompok pasien yang dinyatakan positif oleh swab PCR dan reaktif pada rapid test antigen secara rata-rata miliki kadar virus dalam tubuh lebih tinggi daripada kelompok pasien yang dinyatakan positif oleh PCR namun nonreaktif pada rapid test antigen.
Dapat disimpulkan bahwa rapid test antigen ini baru akurat mendeteksi pasien COVID-19 yang kadar virus dalam tubuhnya tinggi tapi kurang akurat mendeteksi pasien COVID-19 yang kadar virusnya rendah.
Kabar baiknya, dari 10 penelitian tersebut, rapid test antigen konsisten dilaporkan memiliki spesifitas di atas 97% bahkan ada yang 100%. Jika kita mengambil 97% maka artinya dari 100 orang yang benar-benar negatif COVID-19 (biasanya diidentifikasi dengan baku emas), ada 97 yang menunjukkan hasil nonreaktif pada rapid test antigen.
Berdasarkan nilai sensitivitas dan spesifitas beberapa rapid test antigen yang beragam, WHO pada panduannya yang diterbitkan pada 11 September 2020 merekomendasikan penggunaan rapid test antigen yang memiliki sensitivitas ≥ 80% dan spesifitas ≥ 97% untuk penegakkan diagnosis COVID-19 dalam keadaan terbatasnya pemeriksaan swab PCR.
Daftar Pustaka
- https://www.who.int/publications/i/item/antigen-detection-in-the-diagnosis-of-sars-cov-
2infection-using-rapid-immunoassays diakses pada 5 Oktober 2020