Herd immunity menjadi salah satu target pemerintah Indonesia dalam upaya penanggulangan COVID-19. Program vaksinasi yang dilaksanakan oleh pemerintah menjadi bagian penting dalam upaya tersebut. Sikap terhadap vaksin di masyarakat menjadi kunci dalam keberhasilan program. Sudah 2 tahun sejak pemerintah melaksanakan program vaksinasi ini, namun, hingga saat ini masih terjadi pro dan kontra diantara masyarakat Indonesia terhadap vaksin COVID-19 yang membuat pelaksanaan program menjadi kurang maksimal. Beberapa provinsi di Indonesia memiliki cakupan vaksin yang masih di bawah target.
Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan, FK-KMK Universitas Gadjah Mada mengadakan webinar dengan tema “Strategi Percepatan Vaksinasi COVID-19” dengan mengundang beberapa narasumber dari tingkat lokal hingga nasional yaitu dr.Gertrudis Tandy, MKM dari Tim Kerja Imunisasi Tambahan dan Khusus Direktorat Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI, Dr. dr. Jaya Mualimin,Sp.KJ, M.Kes., MARS, dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, dr.Nurmawati dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, drg. Pembajun Seyaningastutie, M.Kes dari Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, dr. Dewi Irawaty, M.Kes dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, Suryatiningsih Budi Lestari, SH dari LSM CIQAL (Center for Indonesia’s Strategic Development Inisiative), Hamid Abidin, M.Si dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan. Webinar diadakan pada tanggal 9 Februari 2023 dan diikuti oleh sekitar 200 orang. Webinar berlangsung selama kurang lebih 2,5 jam.
Pemerintah Indonesia menargetkan 70% populasi divaksin lengkap pada tahun 2023. Numun, data sampai dengan 3 Februari 2023 menunjukkan capaian vaksin dosis 3 pada masyarakat berusia lebih dari 18 tahun hanya mencapai angka 38,30%. Tantangan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 salah satunya yaitu masih adanya stigma di masyarakat. Masyarakat sudah banyak yang tidak percaya ada kasus COVID-19 karena kasus COVID-19 sudah mulai melandai. Masyarakat khawatir tentang reaksi simpang vaksin atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) serta masih merebaknya hoax tentang vaksin. Salah satu satrategi vaksinasi COVID-19 di tingkat nasional yaitu dikeluarkannya kebijakan pemerintah pemberian booster kedua bagi masyarakat umum (18 tahun ke atas). Kerjasama dengan pakar komunikasi publik dan media massa juga dilakukan dengan membuat pesan-pesan yang meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tetap divaksinasi COVID-19 sampai dosis lanjutan (booster).
Sejalan dengan pemerintahan pusat, capaian vaksinasi dosis 3 di Daerah Istimewa Yogyakarta belum mencapai target (46,23%). Kecenderungan laju jumlah penerima vaksin juga semkain menurun setiap bulannya. Dalam pelaksanaan program vaksinasi ini juga dilakukan kerjasama lintas sektor dengan beberapa pihak yaitu BIN (Badan Intelejen negara), BASARNAS, BKKBN, Kepolisian, TNI, swasta dan filantropi, organisasi sosial seperti Sonjo, NU, Muhammadiyah kerjasama dengan perguruan tinggi dan LSM baik di tingkat lokal, nasional, hingga internasional. Strategi komunikasi dan inovasi yang dilakukan Provinsi DIY dalam upaya percepatan vaksin salah satunya mengadakan telesurvey untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap COVID-19.
Papua Barat menjadi salah satu provinsi dengan capaian angka vaksinasi yang masih jauh dari target nasional. Vaksin dosis 1 di Papua Barat baru mencapai angka 65,14% dengan 3 kabupaten yang mempunyai cakupan dosis 1 di bawah 20,00%. Hoax akan efek vaksin masih menjadi permasalahan utama di Provinsi Papua Barat. Warga tidak mau mengupdate syarat dan kontra indikasi dari vaksin. Beberapa warga juga tidak mempunyai KTP ataupun KK sehingga tidak terdaftar dalam sistem menjadi sasaran vaksin. Tantangan lain yang terjadi di Provinnsi papua Barat yaitu petugas tidak bisa terlalu tegas untuk meminta atau mengajak masyarakat untuk divaksin dikarenakan takut dengan ancaman atau kekerasan yang mungkin saja bisa dilakukan. Untuk mengatasi permasalah tersebut, pemerintah Provinsi Papua Barat melakukan berbagai upaya dengan memberikan paket sembako, uang tunai, memberikan doorprize sepeda motor, barang elektronik hingga umroh dan pulang kampung gratis. Upaya tersebut tentu saja dibantu oleh beberapa stakeholder seperti organisasi keagamaan, organisasai pemuda, organisasi profesi hingga dari CSR dari bank, hotel dan perusahaan. Upaya edukasi juga terus dilakukan baik melaului perseorangan atau kelompok. Vaksinasi massal juga dilakukan di beberapa titak lokasi seperti pasar, mall, alun-alun, gereja dan masjid. Video testimoni dibuat untuk membuktikan bahwasanya vaksin aman.
Berbeda dengan Papua Barat, Provinsi Kalimantan Timur menjadi provinsi yang menempati urutan 5 besar dengan capaian vaksin tinggi baik pada dosis 1, dosis 2, dosis 3 (91,16%, 80,92%, 36,89%). Terdapat 4 strategi besar untuk percepatan vaksinasi yang telah dilakukan di Provinsi Kalimantan Timur yaitu sosialisasi, advokasi, koordinasi, dan instruksi. Sosialisasi dilakuakn menggunakan berbagai media baik cetak maupun elektronik. Advokasi dilakukan kepada stakeholder dengan materi utama pentingnya vaksinasi untuk mencapai herd immunity. Advokasi khusus juga dilakukan di beberapa kabupaten dengan cakupan rendah. Koordinasi dengan lintas sektor sangat mendongkrak capaian vaksin terutama dari TNI, POLRI, BIN dengan mengadakan sentra vaksin. Koordinasi juga dilakukan dengan perusahaan tambang dan perkebunan kelapa sawit. Instrruksi selalu diberikan oleh provinsi kepda kabupaten/kota untuk melakukan percepatan dengan membuat atau membuka sentra vaksin serta melakukan sweeping khusunya pada kelompok lansia. Masih adanya masyarakat yang belum bersedia divaksin dengan alasan tidak membutuhkan sertifikat masih menjadi tantangan dan hambatan dalam pelakasanaan vaksin. Selain itu, masa penggunaan vaksin yang rata-rata pendek atau ED singkat menjadi tantangan yang sulit untuk ditanggulangi.
Salah satu kebijakan dan strategi menarik yang dilakukan oleh Kabupaten Gunungkidul dalam rangka percepatan vaksin yaitu dengan selalu diadakanya evaluasi oleh bupati dan wakil bupati dengan mengundang satgas COVID-19 dan seluruh kecamatan. Tiga kecamatan dengan capaian vaksin terendah harus melakukan presentasi di depan bupati dam anggota rapat dengan mengungkapkan kendala di lapnagan. Selain itu, kecamatan yang bersangkutan juga harus menyampaikan rencana aksi atau inovasi ke depan untuk percepatan vaksin di wilayahnya. Inovasi lain yaitu dilakukannya vaksinani massal di beberpa tempat wisata salah satunya di daerah pantai serta dilakukannya vaksin door to door yang khusus ditunjukkan bagi lansia dan orang dengan disabilitas maupun ODGJ. Kebijakan lain yang dikeluarkan yaitu dengan menjdaikan vaksin menjadi salah satu syarat dalam pengambilan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Kendala yang dialami di Gunungkidul yaitu masyarakat masih memilih beberapa jenis vaksin tertentu karena takut akan efek samping.
Vaksinasi ditujukan untuk semua penduduk Indonesia termasuk kelompok rentan. Kelompok rentan terdiri dari masyarakat adat, kelompok disabilitas, melatan miskin, kelompok transgender, warga tanpa NIK, lansia dan anak-anak, warga di wilayah terpencil dll. Kelompok rentan menjadi perhatian khusus dikarenakan banyak dari mereka yang menutup diri dan tidak pernah memeriksakan status kesehatannya. Optimalisasi strategi komunikasi yaitu dengan menyesuaikan kebutuhan dan sasaran masyarakat. Media edukasi yang disebarkan didominasi oleh teks, sehingga perlu dilakukan terjemahan informasi ke dalam bahasa daerah maupun bahasa isyarat. Minimnya pemhaman dan kesadaran serta lokasi yang jauh dan terpencil menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan vaksin pada kelompok rentan dan masyarakat adat.
Penyandang disabilitas menjadi salah satu kelompok yang menjadi prioritas vaksin. Keluarga yang tidak mensupport, kurangnya informasi yang dapat diakses dari para ahli, implementasi inklusif yang tidak aksesibel untuk penyandang disabilitas masih menjadi suatu tantangan tersendiri. Ketersediaan data dari penyandang disabilitas masih belum diperbarui dan valid sehingga sulit untuk dilakukan monitirong vaksin pada kelompok tersebut. Antusiasme vaksin bagi kelompok disabilitas bergantung pada berhasil tidaknya strategi komunikasi yang digunakan. Kelompok disabilitas akan lebih percaya jika yang memberikan informasi sesama kelompok disabilitas. Semangat gotong royong harus ditanamkan karena teman disabilitas tidak dapat bekerja sendiri.
(Tulisan berdasarkan materi webinar)
Materi dapat diunduh disini